1. Mikroskop “Resolusi-Super”
untuk Deteksi Struktur Nano
Para
peneliti telah menemukan suatu cara untuk melihat struktur nano sintetik dan
molekul menggunakan mikroskop optik resolusi-super tipe baru yang tidak
membutuhkan zat warna fluoresen, menjadikannya alat yang praktis untuk
digunakan pada riset biomedis dan nanoteknologi.
“Mikroskop
optik resolusi-super ini telah membuka jendela baru pada dunia nanoskop,” ujar
Ji-Xin Cheng, seorang associate professor teknik dan kimia biomedis dari Purdue
University. Mikroskop optik konvensional dapat melihat objek berukuran tidak
lebih kecil dari 300 nanometer (1 nanometer sama dengan sepermiliar meter),
yang merupakan batasan yang disebut sebagai “limit difraksi”. Limit difraksi
didefinisikan sebagai setengah dari panjang gelombang cahaya yang digunakan
untuk melihat spesimen pada mikroskop. Bagaimanapun, peneliti berharap
mikroskop dapat digunakan untuk melihat struktur molekul seperti protein dan
lipid, dan juga struktur nano sintetik seperti nanotabung yang memiliki
diameter beberapa nanometer.
“Limit
difraksi merepresentasikan batasan fundamental dari resolusi pencitraan optik,”
ujar Cheng. “Stefan Hell dari Max Planck Institute dan lainnya telah
mengembangkan suatu metode pencitraan resolusi-super yang membutuhkan penandaan
fluoresens. Di sini, kami mendemonstrasikan suatu skema baru yang mendobrak
limit difraksi pada pencitraan optik pada spesimen non-fluoresens. Karena bebas
penanda, maka sinyal gelombang dari objek dapat langsung dideteksi sehingga
kami dapat mempelajari lebih jauh struktur nano tersebut.”
Penjelasan
mengenai penemuan ini secara detail dibahas pada makalah riset yang tampil
sejak hari Minggu (28 April 2013) di jurnal Nature Photonics. Sistem pencitraan
ini, yang disebut saturated transient absorption microscopy (STAM) menggunakan
trio pancaran laser, termasuk pancaran laser yang berbentuk seperti donat yang
hanya memendarkan beberapa molekul tertentu secara selektif. Elektron pada atom
dari molekul yang berpendar keluar sesaat menuju tingkat energi yang lebih
tinggi atau disebut juga sebagai proses eksitasi, sementara elektron lain tetap
berada pada keadaan dasar. Citra objek dibentuk menggunakan laser yang mampu
membandingkan perbedaan antara molekul dalam keadaan tereksitasi dan keadaan
dasar.
Para
peneliti mendemonstrasikan sistem mikroskop tersebut dengan mengambil citra
dari kepingan nano grafit yang memiliki lebar 100 nanometer. Sistem ini
berpotensi besar pada studi nanomaterial, baik alami maupun sintetik. Riset
selanjutnya di masa mendatang kemungkinan akan menyertakan laser dengan panjang
gelombang yang lebih pendek. Ketika panjang gelombang cahaya memendek, peneliti
dimungkinkan untuk meneliti objek yang lebih kecil secara lebih fokus.
2. Produksi Listrik dari Grafena dan Air Garam
Penemuan mengejutkan dan terdengar tak masuk akal datang dari China. Sebuah
tim riset menghasilkan listrik hanya dengan menggerakkan air garam melewati
lapisan-lapisan grafena (graphene). Melalui penemuan tersebut, mereka berhasil
menciptakan energi ramah lingkungan yang bebas limbah, tanpa gas rumah kaca,
dan tanpa reaksi pembakaran maupun ledakan dengan menggunakan salah satu
material kimia yang paling melimpah di Bumi.
Secara
kimiawi, grafena merupakan salah satu alotrop karbon yang terdiri atas susunan
atom-atom karbon yang terikat membentuk pola heksagonal dalam sebuah lapisan
dua-dimensi. Lapisan ini secara teknis memiliki ketebalan sama dengan ukuran
atom karbon itu sendiri. Karena ketipisannya inilah grafena berinteraksi secara
aneh dengan cahaya dan material lainnya.
Meskipun
tipis grafena cukup dikenal akan kekuatannya untuk menahan beban pada satuan massa
yang relatif rendah. Kekuatannya ini bahkan melebihi baja. Grafena juga
merupakan alotrop dasar pembentuk alotrop karbon lainnya seperti grafit,
nanotube karbon, dan fulleren. Dikarenakan sifat dasar karbon dan strukturnya
yang terdiri atas lapisan, grafena merupakan material yang sangat konduktif
sehingga digunakan secara luas dalam eksperimen produksi listrik.
Landasan
ilmiah di balik fenomena tersebut sebenarnya cukup sederhana. Ketika tetesan
air garam tidak bergerak pada sebuah lapisan grafena, muatan listrik
terdistribusi secara merata dan seimbang pada kedua sisi grafena. Namun ketika
tetesan tersebut bergerak melalui permukaan grafena, elektron-elektron pada air
garam keluar dari satu lapisan grafena dan kemudian diserap oleh permukaan
grafena lain di bawahnya. Pergerakan elektron-elektron sepanjang lapisan ini
menghasilkan tegangan listrik yang dapat diukur. Semakin cepat air garam
bergerak, semakin tinggi pula tegangan listrik yang dapat dihasilkan – meski
total voltase yang dihasilkan masih cukup rendah yaitu sekitar 30 milivolt.
Sebagai perbandingan, baterei standar ukuran AA dapat memproduksi listrik
sebesar 1,5 volt.
Meski hanya
menghasilkan tegangan dan daya listrik yang kecil, penelitian ini tetap
memberikan suatu terobosan penting terhadap ilmu pengetahuan, terutama dalam
memanfaatkan material dan energi melimpah yang belum dimanfaatkan secara
maksimal, yaitu karbon, air garam, dan gravitasi.
Bukan tidak
mungkin dalam beberapa tahun ke depan, penelitian ini akan semakin berkembang
dengan digunakannya material maupun metode terbaru. Penelitian ini juga
memiliki potensi untuk dikembangkan dalam skala yang lebih besar seperti halnya
pembangkit listrik tenaga air, agar dapat menghasilkan listrik yang dapat dinikmati
seluruh penduduk Bumi.
3. Mengapa es mengambang di atas air?
Alasan
mengapa es lebih ringan daripada air adalah massa es tertentu yang terjadi
lebih kosong daripada ketika massa yang sama sebagai air. Hal ini terkait
dengan “ikatan hidrogen”
Ikatan hidrogen
Molekul air terdiri dari dua tom hidrogen (H) dan satu atom oksigen (O).
Atom-atom hidrogen dan oksigen terikat dengan membagi electron mereka antara
satu dan lainnya. Ikatan ini disebut “ikatan kovalen”
Bagaimanapun, karena atom oksigen menarik electron lebih kuat dari atom
hidrogen, atom oksigen dalam molekul air sedikit lebih negative dan atom
hidrogen sedikit lebih positif. Jadi molekul air yang berdekatan tertarik
antara satu dengan yang lainnya melalui atom oksigen yang sedikit lebih
negative dan atom hidrogen yang sedikit lebih positif. Interaksi ini disebut
“ikatan hidrogen”. Ikatan hidrogen lebih lemah daripada ikatan kovalen, namun,
ikatan jenis ini memiliki efek yang besar karena terdaat banyak ikatan
hidrogen.
Struktur es dan air.
Es memiliki struktur intan karena ikatan hidrogen. Air tidak memiliki
struktur yang demikian teratur, tai molekul air mendekat satu dan lainnya
karena ikatan hidrogen.
Lihatlah struktur sebenarnya antara es dan air (lihat gambar di bawah,
gambar diberikan oleh MathMol). Bola merah mewakili atom oksigen dan bola putih
mewakili atom hidrogen.
Es Air
Terdapat ruang lebih banyak dalam es daripada dalam air! Inilah yang
menyebabkan mengapa es lebih ringan daripada air. Karenanya es bisa mengambang
di atas air.
4. Kelanjutan Penemuan Air di Bulan
Bukti kuat
tentang adanya air di permukaan bulan telah ditemukan oleh tiga penelitian
spektroskopis berbasis-satelit terpisah. Meskipun jumlah air yang ada
kelihatannya kecil, namun ini dianggap berpotensi bermanfaat bagi para astronot
yang mengunjungi bulan.
“Pemeriksaan-pemeriksaan
sebelumnya hanya mendeteksi hidrogen dan tidak pernah dibuktikan dengan apa
hidrogen tersebut terikat,” kata Roger Clark di US Geological Survey di Denver,
yang juga terlibat dalam dua dari penelitian ini. “Sekarang telah dilaporkan
pendeteksian ikatan kimia OH dan H2O.”
Carle
Pieters di Brown University, US, dan timnya – yang anggotanya termasuk Clark –
menganalisis data yang diambil selama berlangsungnya misi India’s Chandrayaan-1
di akhir tahun 2008. Spektrometer M3 (moon mineralogy mapper) NASA
merekam serapan inframerah (IR) di dekat 2,8 sampai 3,0 mikrometer – yang
konsisten dengan OH dan H2O – mendekati kutub lunar pada permukaan teratas dari
bulan.
Clark
selanjutnya menganalisis ulang data spektroskopis IR yang dikumpulkan pada
pesawat Cassini di tahun 1999. Dia kembali mengidentifikasi serapan di dekat 3
mikrometer dekat ke kutub dan pada ketinggian rendah. Dia mengatakan bahwa
jumlah air “yang terlihat” kelihatannya berkisar antara 10 sampai 1000 ppm.
Diduga bahwa
ketika permukaan bulan terpapar terhadap ion-ion hidrogen dalam solar wind,
oksigen terlepas dari mineral-mineral lunar dalam bentuk OH dan H2O
Dukungan
tambahan untuk keberadaan air ini datang dari Jessica Sunshine di University of
Maryland, US, dan rekan-rekannya yang mengumpulkan data di bulan Juni 2009 pada
pesawat-satelit Deep Impact. Memenuhi permintaan tim Pieter mereka mengkaji
tempat-tempat sama pada waktu yang berbeda dengan menggunakan spektrometer IR.
Mereka mendeteksi OH dan H2O terikat yang menutupi banyak permukaan
bulan.
Sunshine
menambahkan bahwa pola harian yang diamati timnya menunjukkan bahwa pembentukan
dan retensi OH dan H2O merupakan sebuah proses kontinyu.
Temuan-temuan ini semakin membenarkan “solar wind theory” tentang mengapa ada
air di bulan, tambah Sunshine. Teori ini menyebutkan bahwa ion-ion hidrogen
dalam solar wind melepaskan oksigen, dalam bentuk OH dan H2O, dari
permukaan bulan.
“Hasil
Chandryaan-1 merupakan penemuan yang pertama tetapi instrumen M3
hanya mencakup sebagian panjang gelombang yang relevan,” kata Paul Lucey,
seorang ahli dalam sains planet dan penginderaan jarak jauh di University of
Hawaii. “Pengukuran Cassini mencakup semua panjang-gelombang relevan, sehingga
mengkonfirmasi dan menguatkan temuan ini tetapi pada resolusi yang sangat
rendah. Pengukuran Deep Impact juga mencakup kisaran panjang-gelombang yang
diperulkan untuk konfirmasi, dan mampu mengukur tempat-tempat sama pada
waktu-waktu yang berbeda, yang menunjukkan bahwa air tersebut sedang bermigrasi
pada permukaan bulan.”
Untuk
memberikan gambaran tentang kuantitas air yang ditemukan itu, Sunshines
mengatakan: “Jumlah air yang kita bicarakan ini masih lebih kecil dari jumlah
air yang terdapat dalam tanah padang pasir yang paling kering di Bumi.”
Para
peneliti tertarik dengan ide untuk mengumpulkan air tersebut. “Ada kemungkinan
sumber air statis dapat dijebak secara langsung oleh para astronot,” kata
Lucey. Tetapi dia mengingatkan bahwa sumber tersebut akan sangat kecil dan
memerlukan kolektor yang sangat besar. Disadur dari: chemistryworld
5. Bagaimana laba-laba sutra menyerap air
Laba-laba
sutra merubah strukturnya saat menjadi basah, meningkatkan kemampuannya untuk
menangkap air dari udara, suatu studi baru yang diusulkan oleh para ilmuwan
Cina. Menggunakan wawasan dari pengamatan mereka terhadap laba-laba sutra
alami, para peneliti berkesimpulan untuk menciptakan suatu sutra buatan yang
mimiknya menyerupai kapabilitas penyimpanan air.
Kemampuan
jaring laba-laba untuk menangkap dan menahan air, dengan hasil yang menakjubkan
pada embun pagi, seringkali diperlakukan sebagai sesuatu yang indah namun
kurang menarik disamping cerita betapa kekuatannya yang luar biasa. Tetapi Lei
Jiang pada Chinese Academy of Sciences di Beijing tertarik untuk
mendapatkan akar properti unik ini. Timnya memulai dengan meneliti dengan
cermat citra pengamatan mikroskop elektron dari sutra yang dihasilkan oleh
hackled orbweavers.
Menurut
temuan mereka, struktur sutranya berubah saat terjadi kontak dengan uap
air. ‘Gumpalan’ hydrophilic, longgar dari sutra yang sangat bagus, bertempat disekitar
benang kering, mulai menyusut saat tetesan air memadatkan mereka. Tetesan air
di tengah-tengah tempat tersebut kemudian ditarik menuju ‘simpul’ yang
dihasilkan. Dua fitur tersebut, apa yang diusulkan oleh kalkulasi dari Jiang,
mendorong tetesan tersebut menuju simpul tersebut. Pertama kali, suatu
perbedaan di permukaan energi antara simpul yang kasar dan tempat halus
diantara mereka, dan kedua adalah suatu perbedaan pada tekanan yang berperan
pada sisi berlainan dari setiap tetesan saat mendaki lerengan menuju satu
simpul.
Namun Fritz
Vollrath, yang memelajari laba-laba sutra pada Oxford University di
Inggris, tidak sependapa dengan teori Jiang. Dia berpendapat bahwa
laba-laba sutra harus kering agar berfungsi. ‘Jika Saya benar, maka penulisnya
sedang memelajari artefak, yang masih menarik, meskipun tidak ada fungsi
biologinya,’ kata Vollrath. ‘Di lain pihak, jika penulisnya benar dan pada
sutra yang khusus tersebut, pembasahan digunakan – barang kali untuk
meningkatkan efisiensi penangkapannya – lalu tim ini telah menyingkap pilinan
yang tidak disangka-sangka dalam sejarah, yang akan menarik banyak sekali
perhatian dan penelitian selanjutnya.’
Citra
mikroskopis optikal tetesan air tekait pada jaring laba-laba pada suatu kabut,
dan di bawah ini, simpul kumparan/struktur yang bergabung pada laba-laba sutra
buatan dari tim ini
Brent Opell,
seorang ahli laba-laba pada Virginia Tech di Virginia, Amerika Serikat,
sama-sama berhati-hati dengan hasilnya, meski dia mengatakan bahwa ini masik
pekerjaan eksperimental. ‘Implikasi [menangkap] yang membuat galur telah
tersusun untuk menghasilkan pelembab bukanlah merupakan pandangan kebanyakan
para arachnologist,’ katanya. ‘Tetapi studi ini dilakukan dengan baik dan
kinerja pembuatan galur ini secara lengkap dijelaskan dan dimodelkan secara
matematika.’
Apapun
penjelasannya, Jiang mengatakan bahwa sutra buatannya – dibentuk oleh
penyelubungan serat nilon dengan
poly(methylmethacrylate)/N,N-dimethylformamide-ethanol, yang mengeringkan pada
simpul kecil serupa dengan mereka yang ada pada laba-laba sutra sesungguhnya –
yang mempunyai aplikasi penting. ‘Di lokasi yang mempunyai curah hujan sedikit,
kita dapat menggunakan bahan ini untuk menangkap tetesan air dar udara,’ kata
Jiang. ‘Saya pikir ini merupakan teknik yang sangat bermanfaat di waktu-waktu
dekat ini.’Hayley Birch
Referensi : Y
Zheng et al, Nature, 2010, DOI: 10.1038/nature08729.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar